Saturday 5 January 2008

Tarian Cinta


Dahlia seorang penari, dan di antara kelima temannya, dialah yang paling manis. Tapi, bukan lantas karena itu Aiman dan Bilal secara bersamaan menyukai Dahlia. Juga, bukan karena itu Mbah Jalaluddin Rumi, ayahnya Aiman berusaha membela Dahlia ketika Kiai Umar dan ormas Islam lainnya menyudutkan Dahlia dengan tariannya. Melainkan karena Dahlia adalah perempuan yang dipenuhi dengan cinta. Cinta kemuliaan, membuatnya rela membanting tulang menghidupi ibu dan seorang adiknya yang masih sekolah. Cinta kebaikan, membuatnya selalu ingin belajar untuk jadi lebih baik. Dan cinta ketulusan, membuatnya selalu kuat dengan kenyataan sepahit apa pun.


Hal vi + 220
ISBN 979-25-5263-4


Rp 14.500

Santri Tomboy


Aku Amalia Zarqo Zaituna. Panggilanku Zarqo. Sebenarnya bagus juga kan namaku. Tapi tautuh, kata teman-teman pondokku, nama yang manis itu nggak cocok buat aku. Soalnya, masih kata mereka, aku tomboy, galak, dan bertingkah kayak laki-laki. Padahal, aku cantik lho. Dibanding…em..Mas Yunus. Hehehe..tau kan? Aku nggak mrongos. Aku nggak hitam. Aku juga nggak ketangkep polisi atau suka lupa kayak kakakku itu. Aku juga selalu pakai jilbab. Bajuku berlengan panjang dan selalu menutup aurat. Makanya, aku jadi heran sendiri kenapa mereka menyebut aku tomboy. Aduuuh, kenapa sih?!


hal vi + 180
ISBN 979-8451-59-7

Rp 16.500

Santri Semelekete


Enjoy, alias Endang Jumilah. Seorang cewek badung,sok tajir, sok gaul, sok jagoan pula, walau sebenarnya merasa lemah. Sebel dan enggak level pacaran sama santri. Levelnya sama cowok gaul en dandy. Anggota G@sinx di SMA-nya. Geng yang doyan ngerjain guru dan ngusilin anak-anak yang keliatan rada alim, culun, atau bego banget. Eh, tau-tau nyantri di pesantren. Peraturan ketat, kegiatan segudang, jilbab en baju gedombrohan, de el el. Dan malah, naksir ustadz sendiri lagi! Ck...ck...ck... Kebayang kan gimana hebohnya tuh cewek ‘santri’?. Iya, santri semelekete


hal vi + 200
ISBN 979-8451-43-0


Rp 15.500

Santri Nekad


Jaka emang nekat. Benar-benar nekat. Gimana enggak, ia berargumen kalau cinta itu melulu urusan hati. Bukan urusan Gus atau urusan seorang Kiai. Ma-kanya, ia berani menaruh cinta pada ningnya, puteri kiainya, Ummu Mufidah. Meskipun ia asalnya adalah preman, tukang nyolong yang kesasar jadi murid sang kiai. “Kera apa yang bisa menyeberangi lautan?” begitu kata anekdot mengistilahkan. Jawabnya tentu hanya, “Kera nekat!” “Kambing mana yang makan di restoran?” “Ya, kambing nekat.” Cuman apesnya, bagi yang nekat urusannya belakangan. Kalau beruntung ia bisa dapat. Kalau tidak, ya hanya jadi korban percuma. Lalu, gimana dengan Jaka?



hal iv + 176
ISBN 979-8451-58-9


Rp 17.500

Santri Baru Gede


Ada yang meletup-letup di dadanya tiap kali papasan sama Filan. Ada yang mendayu-dayu di hatinya tiap kali ngobrol sama adik kelas yang kiut abis di sekolah itu. Ada... pokoknya semuanya ada. Oh tidak! Jangan-jangan... naksir cewek?!. Ih, tidaklah yau! itu nggak ada dalam kamus santrinya. Biar aja Bayu, sohib karibnya, mencak-mencak gara-gara prinsipnya itu. Biar aja temen-temen ceweknya pada gemes ngeliat sikap kulnya. Santri sejati men! taat peraturan pondok. Tapi kalo emang iya! pasti, Raha bakal ketiban masalah.


hal vi + 258
ISBN 979-8451-46-5


Rp 20.500

Pinangan Buat Naura

Naura adalah puteri kiai yang jatuh cinta sama Ari yang bukan keluarga kiai. Tentu saja hubungan keduanya ditentang keras oleh abah dan umi Naura. Apalagi jelas-jelas mereka telah menentukan siapa yang berhak meminang Naura. Yaitu Gus Ismail, putera KH Sulaiman yang sudah kenal dekat dengan abahnya Naura. Dua pilihan yang sulit bagi Naura, antara mempertahankan perasaannya ataukah mendahulukan kepentingan keluarga besarnya.


hal vi + 146
ISBN 979-97853-2-4


Rp 14.500

Pemuja Rahasia


Jadi pemuja rahasia? Waduh! Dijamin harus siap bersahabat dengan rasa kangen dan gelisah nih. Seperti juga Vanya, sejak ia tanpa sengaja melihat sosok Dira melintas di depan rumah. Cowok yang ternyata sepupu teman sekelasnya ity, sudah berhasil membuat dirinua bingung tak karuan. Mencari-cari cara bagaimana biar bisa kenal dan dekat dengan Dira. Meski ternyata, gagal terus. Sampai membuat Vanya hanya bisa tertangis-tangis kecewa. Tapi ketika perkenalan itu sudah benar-benar terjadi, Vanya malah memilih untuk menjadi pemuja rahasia. Tapi kenapa Vanya mau ya jadi pemuja rahasia?


hal vi + 184
ISBN 979-1283-01-x


Rp 12.500

Love in Pesantren


Cinta boleh datang kapan saja, di mana saja, ke siapa saja. Nggak pandang-pandang, cinta juga boleh bersemi di hati Komar, hanya karena pandang manis adik kelasnya itu pas pramukaan. Sah-sah aja kok!.Eh, tapi kalo Komar yang di maksud adalah anak bengal ples nakal yang nyantri di Pesantren Abu Darda. Yang di sekolah sukanya telat, mbolos, sama bikin Pak Asnil sama Pak Pranoto, guru bagian kesiswaan, geleng-geleng kepala. Kalo mesti bersitegang dengan para ‘pembenci’ cinta. Pasti, nih dia kisah serunya cinta di pesantren!.


hal vi + 276
ISBN 979-8451-57-0


Rp 21.500

Laskar Hizib


Laskar Hizib. Bukanlah Laskar Cinta, Laskar Pelangi, apalagi Laskar Jihad. Meskipun karena cinta, Gus Kapsul, mati-matian ingin bergabung dalam Laskar Hizib. Meskipun dalam Laskar Hizib ada banyak sifat dan keinginan yang berbeda laksana pelangi. Meskipun untuk mendapatkan tropi kaki api, Laskar Hizib harus melakukan jihad; jihad kubro mengalahkan hawa nafsu kepentingan sendiri. Tetap, Laskar Hizib adalah Laskar Hizib. Karena ia bukan sembarang laskar. Ini adalah laskar para pemain sepak bola api dari kamar Purworejo di Pesantren Syadziliyah Kediri. Laskar yang berhasil membuktikan bahwa sesungguhnya bukan pemain sepak bola api jika tidak berani menendang bola yang terbuat dari api! Bola panas itu! Bukan hanya di lapangan! Di kehidupan nyata, para pemain juga harus berani menendang dan menentang bola kezaliman. Melawan bola kesewenang-wenangan. Meski itu panas! Meski itu berarti terbakar! Dan,Gus Kapsul berhasil membuktikan hal itu.


hal viii + 276
ISBN 979-1283-10-9


Rp 22.500

Kidung Cinta Puisi Pegon


Kia nggak tahu, gimana haru bilang cinta trus dengan apa mesti ngomong sayang. Apalagi harus memanjat tembok tinggi yang namanya keamanan. Yah, keamanan lagi. Apa kata para santri nanti, masak keamanan yang harusnya njaga baik-baik tata tertib pondok, malah cinta-cintaan gitu loh... Atau diam? membiasakan semuanya memudar, melewati kilasan peristiwa dan takdirnya? jika ada cinta karena puisi jika karena cinta orang bisa berpuisi, atau jika cinta bisa terkirim lewat puisi tentu kidung cinta puisi pegon, bukan cerita basa-basi.


hal vi + 222
ISBN 979-8451-45-7


Rp 15.500

Jerawat Santri


Sssst! Hati-hati, Una lagi terjangkit jerawat. Hei, jerawat? Jerawat di pipi, di jidat, apa di pantat? Ups! Bukan. Jerawat yang ini lebih dari sekedar jerawat komedo, jerawat batu apalagi jerawat cinta. Jumlahnya tidak banyak sih, tapi sangat menyiksa. Malah bisa bikin Una merasa jadi makhluk paling aneh diantara 30 orang penghuni kamar Pena 4. Gara-gara jerawat ini, ia selalu uring-uringan dan bete berhari-hari. Jadi, jangan heran kalau ia gampang marah hanya karena kesenggol ujung rambutnya. Ia jadi serius dan sering banyak diam. Nggak pernah ngomong, kecuali yang penting-penting dan nggak pernah tersenyum kecuali pas gosok gigi. Kok segitunya sih Una gara-gara jerawat! Hmmm, jerawat apaan yah?


hal xx + 180
ISBN 979-8452-18-6


Rp 15.500

Ja'a Jutek


Kalau dipikir-pikir, hebat juga Ita. Satu orang bisa membikin butek sepuluh orang teman kamarnya. Sampai mereka hanya bisa saling curhat sesama korban kejutekannya. Tentu saja pakai sembunyi-sembunyi dan mereka suka kasih aba-aba. ”Ja’a Jutek, Ja’a Jutek!” yang berarti ”Jutek datang, jutek datang.”begitu ada tanda Ita hampir masuk kamar, mengganggu curhat mereka. Bisa jadi, Cuma Lintang yang punya keberanian membuat keadaan berbalik. Ita yang bebas bersikap karena dekat dengan Bu Nyai, harus menerima pembalasan hingga membuatnya terpuruk dan tak berdaya. Tapi apa iya kondisi ini bisa membuat Ita jadi baik hati dan mau berbagi dengan teman-teman kamarnya


hal VI + 146
ISBN 979-25-5265-0

Rp 13.500

Gus Yahya Bukan Cinta Biasa


Kalau dihitung-hitung, Gus Yahya kecil memang sudah habis-habisan dengan segalacara upayanya untuk mendekati Zahra. Dari yang biasa-biasa seperti melakukan kebiasaan Zahra belajar nyeruling sama Yadi di pematang sawah, sampai yang norak abis, seperti berkirim mawar dan surat cinta yang ditaruh di teras pesantren putri. Tidak cuma itu, Yahya juga tak kenallelah menyapa Zahra dengan pesan kertasnya yang di taruhdi kursi taman, tempat Zahra biasa belajar, setiap hari, sepanjang waktu. Sayangnya, Zahra tetap cuek aja tuh menghadapi gerakan cinta Yahya. Meski tidak dengan marah-marah,santri baru di pesantren abahnya Yahya itu malah sibuk dengan tugas-tugas belajarnya di pesantren


hal x + 195
ISBN 979-25-5262-6


Rp 14.500

Geng Kopi Tubruk


Doni, Encep, dan Dul, menjadi teman akrab sejak kedatangan mereka di Pesantren Bait Al-Muslimin. Doni yang asli Jakarta, Encep yang berdarah Sunda, dan Dul yang keluaran Tegal; perbedaan ini malah membuat kehidupan mereka di salah satu kamar asrama F jadi meriah dan asyik. Apalagi kalau mereka sudah kompak nongkrong di warung Kang Somad, menghadap segelas kopi tubruk hitam pekat!.Hasilnya, adaaa... saja ide iseng nakal mereka, dari bolos setoran hafalan, rebutan naksir Adinda,kirim surat cinta malah nyasar ke polisi pondok, berlagak sok pahlawan tak tahunya malah dicap pecundang, ketahuan nonton layar tancap sama Pak Kiai, kesandung masalah sama preman kampung...



hal x + 212
ISBN 979-25-5250-2


Rp 15.500

Dilarang Jatuh Cinta


Zulaikha nggak pernah belajar cinta. Mana pernah belajar cinta, orang ia aja nggak percaya cinta. Apalagi dari bokapnya, Raden Mas Gus Zulkifli el Habieb. Hanya orang-orang bodoh yang bisa jatuh cinta, begitu katanya. Mungkin cuma Amar, si Malaikat Hati yang bisa membuka mata hati Zulaikha, untuk mengenal, merasa, en memahami cinta. (Dilarang jatuh cinta. Nggak ada maksud ngelarang cinta Tapi, bikin kamu percaya cinta).


hal xii + 130
ISBN 979-8451-39-2


Rp 12.500

Diary Hitam Putih


“Pak Kiai, Riyan adalah anak kami satu-satunya.” Itulah kata yang pertama kali diucapkan oleh bapak di depan orang karismatik yang berpakaian serba putih, kali pertama aku menginjakkan kaki di pesantren ini. Sedikit demi sedikit, meluncurlah kisah kelamku dari mulut bapak. Kurasakan gemetar suaranya menyayat hatiku, pilu dan ngilu. Tak luput dari penuturannya pula, tentang aku yang suka mabuk-mabukan dengan ramuan la'ang di pedalaman Kangean. Yah, hidup memang punya banyak dimensi. Aku harus pandai memilih, antara sisi hitam dan sisi putih, agar selalu selamat. Aku bersyukur, Tuhan menakdirkan lain atas perjalanan hidupku. Dari hitam pekat dan buta menjadi putih terang cerah. Meskipun pada akhirnya aku tahu, ternyata tidak mudah untuk menjadi orang baik. Walau sudah kucoba untuk tidak menuruti kehendak nafsu yang tak rela keinginannya terenggut begitu saja, aku masih harus berjuang untuk menjadi diri yang putih di mata orang lain


vi + 152
979-1283-07-9


Rp 13.500

Coz Loving U Gus


Cinta tidak memberikan apa-apa kecuali hanya dirinya. Cinta pun tidak mengambil apa-apa kecuali dari dirinya. Cinta tidak memiliki ataupun dimiliki. Karena cinta telah cukup untuk dicinta. (Kahlil Gibran) Rara hafal sekali puisi itu. Malah diluar kepala. Nggak Cuma edisi Indonesianya, Inggrisnya juga iya. Habis yang pertama memperkenalkan puisi itu kan gusnya, Gus Azka. Putera Romo Yai yang bisa bikin ia gemetar, kaku kemerah-merahan bingung, dan grogi banget, hanya dengan mendengar nama dan suaranya. Pantesan kalau Rara kemudian jadi berubah total. Dari aktivis kampus yang cuek bebek sama pondok, suka molor pagi, emoh ngaji, suka sembunyi-sembunyi melanggar peraturan, eh…jadi Rara yang santri abis! Siap-siap jadi Ibu Nyai gitu. Jadi Bidadarinya Azka.


Hal vii + 194
ISBN 979-8451-63-5

Rp 16.500

Cinta Lora


Ada Justin Tim dan Tom Cruise di Madura? Oho tapi catet, yang ini pake peci item nasional, plus pake sarung! Mau tau? Tuh dia, Ra Farisi dan Ra Alf. Soal tampang dan popularitas sih jangan ditanya. Seabrek berita beredar di pesantren puteri, seputar dua cowok itu. Sayangnya, menurut sumber yang shahih alias valid, dua kakak beradik itu pengikut “cuekisme” sama yang namanya CEWEK. Malah Ra Alf, sang adik, boleh dikata lebih ekstrem lagi. Meskipun ia bersekolah di SMA favorit yang banyak cewek cantik plus pinternya, tetap cuek aja tuh. Sampai-sampai nih, ini kabarnya lho, cewek-cewek sekelasnya memberinya gelar “Mount Everest”. Hiii….Tapi, sebuah babak baru akan mengubah arah kehidupan kedua putera kiai itu.


hal viii + 128
ISBN 979-8452-19-4


Rp 15.500

Bola-Bola Santri


Hah... main bola?!” Gus Mada, Gus Hisyam, Gus Munir bengong. Nggak bisa membayangkan kalau mereka tanding bola sama anak-anak kampung. Mau ngajak siapa? Para santri Al-Bakir? Jangankan punya seragam atau celana lapangan, bersentuhan sama bola pun nggak pernah. Para santri itu cuma punya sarung, baju dan kopiah yang pada kusam dan lusuh. Tak ada alas khaki, lebih-lebih sepatu. Jangankan melihat sepak bola di tv, acara tv aja mereka nggak tau apa-apa. Apalagi membaca kabar-kabar bola di majalah, koran aja dilarang masuk pondok!.Ketiga Gus kecil itu saling diam. Memikirkan cara untuk menyelamatkan harga diri warisan kakek mereka, pondok dan santri Al-Bakir!.


hal vi + 380
ISBN 979-8451-44-9


Rp 23.500

Blok I


Ada beberapa alasan kenapa Renata tidak bisa menikmati kehidupan barunya di blok i. Pertama, ibarat perumahan, blok i lebih pantas disebut sebagai gudang dan lebih sederhana dari RSSS. Jauh dari bayangan menyenangkan. Enggak bisa bebas, selalu terkekang, dan kalau mau ngapa-ngapa harus izin. Kedua, harus tinggal bersama penghuninya yang overkuota, lima puluh empat anak. Padahal sebelumnya Re bisa merajai kamarnya yang luas seorang diri. Ketiga, ribut! Ini salah satu ciri khas blok i dengan jumlah penghuni yang overkuota itu. Suasana yang membuat Re tidak bisa menghafal rumus matematika dan fisika. Apalagi waktunya menjelang sekolah. Ada yang sibuk menyiapkan jadwal pelajaran. Ada yang antri memakai cermin untuk berdandan atau sekadar membenarkan letak jilbab yang rusak. Tapi, ada juga yang masih santai sarapan sambil mendengarkan lagu-lagu India dari radio--satu-satunya alat elektronik yang boleh dibawa ke pesantren. Keempat, si rese Maula. Makhluk aneh yang tidak pernah bisa bersikap manis sejak


hal viii + 206
ISBN 979-1283-00-1


Rp 13.500

Friday 4 January 2008

Pangeran Bersarung


“Brak!”. Sarung itu ditarik dengan cepat dan mendadak, hingga mlotrok. Sorak-sorai itu pun berubah menjadi hujan gerrr!. Puji buru-buru mengangkat sarungnya kembali sambil nyengir malu campur marah. Dirasakannya seluruh tubuhnya berwarna merah. “Belum santri!”, celetuk si Ipin. “Kalau sudah santri, disebrak kayak apa pun nggak bakal melorot!”, “Mau coba yang nyantri?” Wawan menjulurkan badannya. Puji diam saja. Masih malu, Wawan menyuruh salah satu santri yang jadi suporter untuk menarik sarungnya kuat-kuat. “Hup! Hup! Hup! Hup!” Walau berkali-kali si santri menarik keras-keras, sarung Wawan tetap tidak bergeming.


hal vi + 412
ISBN 979-8451-47-3


Rp 24.500